Edisi 15: Bingung Dengan Penilaian Manusia
Dikisahkan ada seorang
bapak dan anaknya sedang melakukan perjalanan . Mereka mengendarai sebuah
tunggangan berupa keledai. Maka mereka berdua memulai perjalanannya dengan
menaiki keledai itu berdua bersama-sama. Pada awalnya mereka berdua merasa
nyaman atas perjalanan mereka, dan mereka menikmati perjalanan tanpa ada
gangguan. Sampai mereka melewati suatu kaum, dan mereka masih menaiki keledai
itu bersama-sama.
Kemudian kaum itu
berkomentar atas yang mereka lakukan, “Wah.. orang yang tidak punya perasaan,
bagaimana bisa keledai yang lemah seperti itu ditunggangi berdua?”
Maka si bapak dan si
anak mulai memikirkan perkataan itu dan melakukan perubahan dan si bapak
berkata kepada anaknya, “Oh iya, benar juga kasian keledai ini. Nak, biar kamu
saja yang naik di atas keledai sendiri dan aku menuntunmu.” Naiklah si anak dan
si bapak berjalan dan menuntunnya.
Kemudian mereka kembali
melanjutkan perjalanan. Dan sampai mereka melewati suatu kaum lain. Kemudian
kaum itu berkomentar atas yang mereka lakukan,”Wah..Sungguh anak yang tidak
tahu sopan santun, bagaimana bisa seorang anak menunggangi keledai dan
membiarkan bapaknya berjalan bahkan menuntunnya?”
Maka si bapak dan si
anak mulai memikirkan perkataan itu dan melakukan perubahan dan si anak berkata
kepada bapaknya, “Pak, benar juga perkataan mereka. Lebih baik bapak saja yang
naik di atas keledai dan aku yang jalan dan menuntun bapak.” Naiklah si bapak
dan si anak berjalan dan menuntunnya.
Kemudian mereka kembali
melanjutkan perjalanan. Dan sampai mereka melewati suatu kaum lain. Kemudian
kaum itu berkomentar atas apa yang mereka lakukan,”Wah..Sungguh celaka bapak
ini, bapak yang tidak punya perasaan dan tidak memiliki sifat rahmat. Bagaimana
bisa dia membiarkan anaknya berjalan sementara dia dengan nyamannya
menunggangi keledainya?”
Maka si bapak dan si
anak mulai memikirkan perkataan itu dan melakukan perubahan dan mereka berdua
berkata, “Kita selalu salah dipandangan manusia jika salah satu dari kita
menaiki keledai ini. Lebih baik kita tuntun saja keledai ini berdua tanpa ada
yang menunggangi.”
Maka mereka melakukan
apa yang mereka katakana tadi, kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan.
Dan sampai mereka melewati suatu kaum lain. Kemudian kaum itu berkomentar atas
apa yang mereka lakukan, “Dasar orang aneh! Punya tunggangan tapi tidak
ditunggangi dan malah menuntunnya.”
Maka si bapak dan si
anak semakin pusing karena ucapan manusia dan berkata, “Aaaahh! Kita selalu
salah dipandangan manusia gara-gara keledai ini ditunggangi atau dituntun,
sungguh setelah ini aku tidak akan peduli apapun perkataan manusia . Ayo Nak,
kita gendong saja keledai ini berdua.”
Lalu mereka berjalan
sambil menggendong keledainya, dan mereka kembali melanjutkan perjalanannya.
Dan mereka kembali melewati suatu kaum, kemudian kaum itu berkomentar, “Dasar
orang gila!!! Dunia sudah berubah dan terbalik, sekarang zamannya keledai
menunggangi manusia bukan manusia menunggangi keledai.” Mendengar komentar itu
si bapak bergumam, “Aku tidak peduli dengan perkataan kalian!” Dan mereka terus
melanjutkan perjalanannya..
Pelajaran: wahai
sadaraku.. Janganlah kita mendengar dan bingung dengan perkataan orang atau
selera orang jika anda telah berada di atas kebenaran, dan kebenaran yang
hakiki itu adalah apa-apa yang sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah sesuai
dengan pemahaman salafush sholeh. Karena jika kita memberikan kesempatan untuk
mengikuti selera mereka yang bertentangan dengan syari’at Alloh, maka kita akan
membuka pintu lain untuk mengikuti selera mereka, yang jika terus menerus kita
ikuti, maka kita juga akan semakin tersesat.
Tutuplah rapat-rapat
pintu itu, katakanlah kebenaran itu walaupun pahit. Tapi bukan berarti menyampaikan
yang pahit itu dengan tanpa akhlaq, tanpa adab, dan tanpa lemah lembut kepada
manusia yang belum mengetahui.
Dan kita juga harus
memiliki pendirian yang kuat dengan apa yang benar dan kita yakini. Karena
memegangi kebenaran tanpa kita yakini dan perjuangkan, maka itu adalah
kelemahan. Dan meyakini, memperjuangkan sesuatu yang itu berada di atas
kebathilan, maka itu adalah kebodohan dan tertipu.
Kebenaran adalah tetap
kebenaran walaupun semua manusia telah bathil, dan kebathilan tetaplah
kebathilan walaupun semua manusia menyangka, tertipu kebathilan itu adalah
kebenaran.
Rosululloh shollallohu
‘alayhi wa’alaa aalihi wasallam bersabda; “Keuntungan yang besar bagi
orang-orang yang asing, yaitu orang-orang sholeh di lingkungan orang banyak
yang berperangai buruk, orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada orang
yang menta’atinya.” [HR. Ahmad, hadits shohih]
Istiqomahlah wahai
saudaraku yang kami cintai karena Alloh, sebagaimana Alloh perintahkan… Alloh
berfirman (artinya); “Tetaplah luruslah engkau sebagaimana diperintahkan
kepadamu.” [QS. Huud: 112]
Semoga Alloh menjadikan
kita sebagai hamba-hambaNya yang Dia beri petunjuk dan diselamatkan dari
kesesatan, kemudian semoga Alloh memberikan kita keistiqomahan untuk mengikuti
jalan yang lurus, jalannya para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada’, dan
orang-orang sholeh…
0 Komentar: